Pages

Selasa, 12 April 2011

Akhlaq Kajian Pakar

Hj. Melly Sri Sulastri menjelaskan bahwa: Pendidikan perlu diartikan sebagai upaya sadar mengembangkan seluruh potensi keperibadian individu manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi, guna mencapai kehidupan pribadi sebagai berikut :
  1. Kehidupan pribadi - Nafsun Thaibun warabbun ghaffur;
  2. Kehidupan keluarga - Ahlun thaiyibun warabbun ghafur;
  3. Kehidupan masyarakat - Qoryatun Thaibatun wararabbun ghafur;
  4. Kehidupan bernegara - Baldatun thaibatun warabbun ghafurr.
Gambaran ini akan terjadi jika acuan pendidikan adalah pendidikan Al-akhlak Al-karimah dengan pembinaan Amar ma 'ruf nahi munkar (Mimbar Pendidikan, 2001:5 8).

Minggu, 27 Maret 2011

Kajian Akhlaq Al Ghazali


Definisi Akhlaq

Al-Ghazali memberikan kriteria terhadap akhlak. Yaitu, bahwa akhlak harus menetap dalam jiwa dan perbuatan itu muncul dengan mudah tanpa memerlukan penelitian teriebih dahulu. Dengan kedua kriteria tersebut, maka suatu amal itu memiliki korespondensi dengan faktor-faktor yang saling berhubungan yaitu: perbuatan baik dan keji, mampu menghadapi keduanya, mengetahui tentang kedua hal itu, keadaan jiwa yang ia cenderung kepada salah satu dari kebaikan dan bisa cendrung kepada kekejian (Al-Ghazali, jilid 2, 2000:599).

Akhlak bukan merupakan "perbuatan", bukan "kekuatan", bukan "ma'rifah" (mengetahui dengan mendalam). Yang lebih sepadan dengan akhlak itu adalah "hal" keadaan atau kondisi: di mana jiwa mempunyai potensi yang bisa memunculkan dari padanya manahan atau memberi. Jadi akhlak itu adalah ibarat dari " keadaan jiwa dan bentuknya yang bathiniah" Aal-Ghazali, jilid 2, 2000:599).

Akhlak menurut Al-Ghazali adalah sesuatu yang menetap dalam jiwa dan muncul dalam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu. Akhlak bukanlah perbuatan, kekuatan, dan ma'rifah. Akhlak adalah "haal" atau kondisi jiwa dan bentuknya bathiniah.

Pembagian Akhlaq

Dalam pembagian itu al-Ghazali ( II, 2000: 600) mempunyai 4 kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu kriteria akhlak yang baik dan buruk, yaitu: Kekuatan 'Ilmu, atau hikmah, kekuatan marah, yang terkontrol oleh akal akan menimbulkan sifat syaja'ah, kekuatan nafsu syahwat, dan kekuatan keseimbangan (keadilan), (al-Ghazali, jilid 2, 2000: 600). Keempat komponen im merupakan syarat pokok untuk mencapai derajat akhlak yang baik secara mutlak. Semua ini dimiliki secara sempuma oleh Rasulullah. Maka tiap-tiap orang yang dekat dengan empat sifat tersebut, maka ia dekat dengan Rasulullah, berarti ia dekat juga dengan Allah. Keteladanan ini karena Rasulullah 'tiada diulus kecuali uniuk menyempurnakan akhlak' (Ahmad, Hakim dan Baihaqi)



Dengan meletakkan ilmu sebagai kriteria awal tentang baik dan buruknya akhlak, al-Ghazali mengkaitkan antara akhlak dan pengetahuan, sebagaimana dilakukan oleh al-Farabi dan Ibnu Maskawaih (Najati, 2002;235). Hal ini terbukti dengan pembahasan awal dalam Ihya' adalah bab tentang keutamaan ilmu dan mengamalkannya. Sekalipun demikain ia akhlak tak ditentukan sepenuhnya oleh ilmu, juga oleh faktor lainnya.

Metode Pendidikan Akhlaq

Menurut al-Ghazali (2003; 72-73)., ada dua cara dalam mendidik akhlak, yaitu; pertama, mujahadah dan membiasakan latihan dengan amal shaleh. Kedua, perbuatan itu dikerjakan dengan di ulang-ulang. Selain itu juga ditempuh dengan jalan pertama, memohon karunia Illahi dan sempumanya fitrah (kejadian), agar nafsu-syahwat dan amarah itu dijadikan lurus, patuh kepada akal dan agama. Lalu jadilah orang itu berilmu (a'lim) tanpa belajar, terdidik tanpa pendidikan, ilmu ini disebut juga dengan ladunniah.

Kedua, akhlak tersebut diusahakan dengan mujahadah dan riyadhah, yaitu dengan membawa diri kepada perbuatan-perbuatan yang dikehendaki oleh akhlak tersebut. Singkatnya, akhlak berubah dengan pendidikan latihan. (al-Ghazali, 2000;601-602).

Sistem Pendidikan Akhlaq

Dua sistem pendidikan akhlak menurut pendapat-pendapat al-Ghazali adalah: pendidikan non fonnal dan non formal. "Pendidikan ini berawal dari non formal dalam lingkup keluarga, mulai pemeliharaan dan makanan yang dikonsumsi. Selanjutnya Bila anak telah mulai nampak daya hayalnya untuk membeda-bedakan sesuatu (tamyiz), maka perlu diarahkan kepada hal positif. Al-Ghazali juga menganjurkan metode cerita (hikayaf), dan keteladanan (uswah al hasanah). Anak juga perlu dibiasakan melakukan sesuatu yang baik. Disamping itu pergaulan anakpun perlu diperhatikan, karena pergaulan dan lingkungan itu memiliki andil sangat besar dalam pembentukan keperibadian anak-anak.

Bila sudah mencapai usia sekolah, maka kewajiban orang tua adalah menyekolahkan kesekolah yang baik, dimana ia diajarkan al-Quran, Hadits dan hal hal yang bennanfaat. Anak perlu dijaga agar tidak terperosok kepada yang jelek, dengan pujian dan ganjaran (reward). Jika anak itu melakukan kesalahan, jangan dibukakan di depan umum. Bila terulang lagi, diberi ancaman dan sanksi yang lebih berat dari yang semestinya. Anak juga punya hak istirahat dan bermain, tetapi pennainan adalah yang mendidik, selain sebagai hiburan anak. (al-Ghazali, 2000;624-627).

Jumat, 25 Maret 2011

Landasan perbuatan

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman tentang landasan kita sebagai umat muslim melakukan perbuatan yaitu :

17:15

Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah, maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk keselamatan dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi kerugian dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang Rasul.
Al Qur'an surah Al-Isra ayat 15

31:17

Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah.
Al Qur'an surah Luqman ayat 17

31:18

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. 
Al Qur'an surah Luqman ayat 18
Blogged with the Flock Browser

Taubat

Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya.

Agama Islam tidak memandang manusia bagaikan malaikat tanpa kesalahan dan dosa sebagaimana Islam tidak membiarkan manusia berputus asa dari ampunan Allah, betapa pun dosa yang telah diperbuat manusia. Bahkan Nabi Muhammad telah membenarkan hal ini dalam sebuah sabdanya yang berbunyi: "Setiap anak Adam pernah berbuat kesalahan/dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah mereka yang bertaubat (dari kesalahan tersebut)."

Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuatnya saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan brejanji untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa atau kesalahan tersebut terhadap bani Adam (sesama manusia), maka caranya adalah dengan meminta maaf kepadanya. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, "Apakah penyesalan itu taubat?", "Ya", kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala pernah mengatakan: "Taubat Nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya".

Tiada seorang pun yang melakukan suatu dosa, kemudian ia beranjak untuk mensucikan diri, lalu shalat, kemudian memohon ampun kepada Allah, melainkan Allah akan mengampuni dosanya. (H.R. Turmudzi)

ed with the Flock Browser

Persamaan Derajat

Dalam pendidikan Akhlaq salah satu anjuran adalah kita harus merasa sama derajatnya, berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :

Dikabarkan dari Tsa’albi dari Ibnu Abbas r.a adapun sebab perkataan Tsabit bin Qais kepada seseorang yang tidak melapangkan tempat duduk di sisi Nabi SAW, hai fulan... Kemudian Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya Engkau tidak ada kelebihan antara satu dengan lainnya kecuali dalam agama dan takwa. (H.R. Thabrani)
Blogged with the Flock Browser

Silaturrahim

Dalam pendidikan Akhlaq salah satu unsur yaitu kita umat Muslim harus menjalin silaturrahim, berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :

Anas bin Malik r.a berkata, Saya telah mendengar Rasulallah SAW bersabda, ”Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dilanjutkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan famili ataupun kerabat. (H.R. Bukhari)

Dari Abu Muhammad (Jubair) bin Muth'in ra., bahwa Rasulallah SAW bersabda, tidak akan masuk surga orang yang pemutus hubungan famili atau saudara. Abu Sufyan berkata, yakni pemutus hubungan famili silaturrahim. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Blogged with the Flock Browser

Berbaik sangka

Dalam pendidikan Akhlaq salah anjuran kita umat Muslim harus berbaik sangka dan di larang berburuk sangka, berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :

Abu Hurairah RA. berkata, Rasulallah SAW. bersabda, berhati-hatilah kalian dari buruk sangka sebab buruk sangka itu sedusta-dusta cerita atau berita; Janganlah menyelidiki; jangan memata-matai atau mengamati hal orang lain, jangan hasut-menghasut; jangan benci-membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian ini sebagai hamba Allah itu saudara. (H.R. Bukhari)
Blogged with the Flock Browser